Saat itu kondisi politik di dalam negeri belum menunjukkan stabilitas, perang kemerdekaan masih berkecamuk. Perang sudah tentu membawa korban sosial bagi orang-orang sipil yang tidak memahami politik. Dampak sosial yang terasa adalah kelaparan, kemiskinan, kriminalitas, dan kemerosotan sosial. Akibatnya hal tersebut berdampak kepada kehidupan anak-anak, mereka menjadi yatim piatu. Untuk bertahan hidup mereka harus turun ke jalan. Di balik ambisi politik orang-orang Belanda yang ingin menguasai jajahannya, ternyata masih ada orang-orang misionaris yang mau melepaskan diri masalah itu. Mereka berkarya pada bidang sosial sebagai karya kerasulan. Salah satu misionaris yang berkarya adalah Mgr. Wilekens, Vikaris Apostolik Batavia.
Anak-anak jalanan yang yatim piatu dan korban perang perlu mendapat perlindungan. Dengan demikian pada tanggal 30 Juni 1947 didirikanlah Desa Poetra, sebagai rumah bagi mereka. Sebagai pengelola diserahkan kepada Kongregasi Budi Mulia dan Perhimpunan Vincentius, dengan penganggung jawab Br. Corbinianus dan Br. Matteus. Sebagai sarana penunjang pendidikan untuk mereka, pada tahun itu juga didirikan Sekolah Rakjat Desa Poetra. Tidak hanya untuk anak-anak Desa Poetra, masyarakat sekitar juga dapat menikmati fasilitas tersebut. Untuk memenuhi tingkat lanjutan setelah tamat Sekolah Rakjat, Br. Juvenalis mendirikan SGB dengan jumlah 15 murid pada tahun pertama. Pada tahun 1960, terjadi perubahan sistem persekolahan di Indonesia, maka SGB diubah menjadi SMP Desa Putera tanpa kehilangan subsidi dari pemerintah.
Untuk menambah keterampilann bagi siswa Panti Asuhan, maka mereka mulai diajarkan usaha penjilidan buku oleh Br. Basilides, dan usaha ini terus berkembang dengan tambahan beberapa mesin cetak kecil (handpress). Awalnya hanya 12 orang yang dilatih untuk mempelajari bidang penjilidan dan pencetakan yang lebih besar. Usaha ke arah itu semakin digiatkan dengan cara mendatangkan tenaga ahli dari Belanda dan juga mesin-mesin catak pada tahun 1967.
Pada tahun 1968, izin mendirikan Sekolah Grafika diperoleh dari pemerintah. Sekolah Teknik Grafika (setingkat dengan SMP) dimulai tanpa dilengkapi dengan mesin, karena mengirimkan mesin-mesin tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama. Sebagai Kepala Sekolah ST Grafika pertama dijabat oleh Bruder Janssen.
Untuk menampung pendidikan tingkat lanjut setelah lulus dari ST Grafika, maka pada tanggal 1 Januari 1970 didirikan STM Grafika Desa Putera. Pada tanggal 11 April 1972 sekolah grafika memperoleh izin dan diresmikan menjadi Sekolah Teknik Menengah Grafika Desa Putera dengan Br. J.B. Janssens sebagai Kepala Sekolah. Peresmian ini dilaksanakan pada Hari Selasa 11 April 1972 yang di hadiri oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta, Duta Besar Belanda, Ibu Johana A. H. Nasution, Wakil Uskup Jakarta. Sedangkan pengguntingan pita dilakukan oleh Ny. Liestinah Mashuri, isteri Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Selain itu juga, acara tersebut dihadiri oleh direktur Perusahaan Grafika di Jakarta. Sekolah ini terbuka untuk umum, tidak hanya anak-anak di lingkungan Panti Asuhan. Akhirnya berdirilah Sekolah Grafika di Desa Putera.
Arus perkembangan zaman terus membawa perubahan dan kemajuan yang lebih baik. Sarana infrastruktur sekolah terus dibangun dan dilengkapi. Mesin-mesin mulai didatangkan dari Belanda dan Jerman untuk keperluan praktik siswa secara bertahap. Tahap pertama pada tanggal 17 April 1965 datang Mesin Degelpress, tetapi, mesin-mesin itu baru dapat digunakan pada tanggal 22 Januari 1971.
Sesuai dengan ketentuan pemerintah dalam bidang pendidikan, maka tahun 1985 nama STM Grafika Desa Putera berubah menjadi Sekolah Menengah Teknik Grafika Desa Putera. Penambahan fasilitas belajar dan pembangunan gedung terus dijalankan dengan lebih megah, bagus, dan sesuai perkembangan teknologi. Gedung baru yang diresmikan pada tanggal 23 Juli 1993 oleh Bapak Willi Laluyan, Direktur Pembinaan Press dan Grafika Departemen Penerangan Republik Indonesia yang menempati bangunan bekas Sekolah Dasar Desa Putera yang dipindahkan di sisi sebelah utara lapangan besar.
Pada kesempatan itu juga diresmikan Graphic Training Centre (GTC) dengan direkturnya Ir. Saan Ashari. Lembaga tersebut didirikan terinspirasi lembaga serupa di negeri Belanda, dengan tujuan untuk memberikan pendidikan dan pelatihan grafika bagi masyarakat luas.
Mengikuti kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan kejuruan pada tahun 1997, SMT Grafika Desa Putera berubah nama menjadi Sekolah Menengah Kejuruan Grafika Desa Putera. Usaha keras untuk menuju arah lebih baik terus dilakukan dan dikembangkan oleh Br. Martin Dol. Selama ia memimpin percetakan Desa Putera sebagai unit produksi Sekolah dengan tuntutan zaman. Hal itu dilakukan untuk mempertahankan mutu yang telah diakui oleh masyarakat.
Akreditasi bulan September 2006, 2011 dan 2016 menghasilkan prestasi dan pengakuan dari pemerintah yang maksimal. Secara resmi pada bulan Desember 2006 predikat “Terakreditasi A” diberikan oleh Badan Akreditasi Sekolah DKI Jakarta. Untuk mengikuti perkembangan dunia digital pada era milenial maka pada tahun 2020 dirintis pembukaan Program Studi Multimedia. Eksistensi dan kualitas yang terus dijaga membutuhkan kesabaran, keuletan, dan perjuangan panjang, sehingga prestasi semakin banyak diukir. Dunia industri banyak yang datang untuk mencari tenaga kerja, tidak hanya dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri seperti negara-negara di ASEAN, Timur Tengah dan Eropa. Tidak berhenti sampai disitu, SMK Grafika Desa Putera menjadi sumber belajar bagi banyak sekolah grafika yang akan berdiri, walaupun masih dalam proses pengembangan diri. Bidang Kesiswaan pun banyak mendulang prestasi dalam bidang olahraga, karya ilmiah, dan seni budaya.
Para alumni SMK Grafika Desa Putera tersebar ke seluruh pelosok tanah air, bekerja di berbagai sektor, dan tentu saja didalam bidang kegrafikaan yang paling dominan.
Sampai saat ini, SMK Grafika Desa Putera telah dipimpin oleh 8 Kepala Sekolah, yaitu: Br. J.B. Janssens (1970-1980), Br. S.A. Ginting (1980-1983), Drs. Frans Soedjiwo (1983-1984), Bapak Mashuri, B.Sc. (1984-1998), Bapak Matheus Nalih, A.Md.Graf., S.Pd. (1998-2001), Bapak Kardy Matheus, S.Sn., M.Pd. (2001-2004), Bapak Drs. Mateus Sumadiyono (2004-2019) dan Bapak Paulus Danar Mujiarto, S.Pd. ( 2019-sekarang).
Dengan jumlah guru 19 orang, 29 orang instruktur praktik, dan 5 orang karyawan. Hitungan tersebut masih di luar karyawan Percetakan Desa Putera sebagai Unit Produksi dan Laboratorium Praktik SMK Grafika Desa Putera. Hembusan angin segar seiring dengan perputaran mesin cetak tetap terasa di bumi Desa Putera. Sampai saat ini SMK Grafika Desa Putera tetap setia menghasilkan tenaga grafika potensial dan kompeten.
Cipt : Br. Rein Sihura BM.
Kami siswa dan siswi Budi Mulia giat belajar
Demi masa depan yang sejahtera, damai dan bahagia
Dengan semangat penuh pengorbanan ‘tuk mencari ilmu
Mari kita bersama-sama membina persatuan
Sekolah Mudia Mulia aku cinta padamu
Dengan semangat cinta kasih teladan Bapak Gloriueux
Giat untuk belajar Budi Mulia Jaya
Budi Mulia tempatku belajar menuntut ilmu Menjunjung disiplin, tata dan setia dalam tugas belajar
Ku aman, lalu dalam bimbingannya penuh belas kasih
Namamu mekar di hati kukenang selamanya
Abadi dalam hatiku untuk selama-lamanya
Dengan semangat cinta dan kasih
Teladan Bapak Glorieux
Giat untuk belajar
Budi Mulia Jaya